Namun tidak cukup hanya pada aspek kognisi dari seorang intlektual untuk dapat melihat sebuah realitas dalam masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Michael Foucault, selalu ada aspek kekuasaan dalam ilmu pengetahuan. Artinya kognisi (pengetahuan) seorang intelektual tidak serta-merta membuatnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakatnya, alih-alih, malah pengetahuan yang dimilikinya digunakan oleh penguasa sebagai alat legitimasi bagi kekuasaannya. Aspek lain yang diperlukan seorang intelektual dan yang paling penting adalah kesadaran akan tujuan yang ingin dicapai (consciousness). Dengan adanya kesadaran yang dimiliki oleh intelektual maka pengetahuan yang dimilikinya pun digunakan dengan sebuah kesadaran untuk melakukan perubahan. Tapi sekali lagi permasalahan muncul, terkadang kesadaran yang muncul bukanlah kesadaran yang sebenarnya melainkan kesadaran palsu atau yang disebut sebagai kesadaran naif (Naive Consciousness) dimana kesadaran yang dimiliki seseorang sudah terhegemoni oleh kekuasaan tertentu yang ditanamkan melalui indoktrinasi dan pendidikan.
Mahasiswa kalau boleh saya klasifikasikan maka tempat mereka adalah di barisan para intelektual. Mahasiswa adalah kaum dimana berkumpul segala potensi. Dan lebih jauh lagi berani saya katakana bahwa mahasiswa adalah kandidat besar untuk menempati diri dalam posisi intelektual organic artinya kaum intelek yang akan terus menggulirkan pemikiran-pemikiranya. Oleh sebab itu sudah sewajarnya mahasiswa memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah bangsa
Intelektual Bisu dan Palsu
Dari jumlah seluruh mahasiswa yang ada di
Seorang "intelektual" bukan hanya sekadar berfikir tentang kebenaran tetapi harus menyuarakannya, walau apapun rintangannya. Seorang intelektual yang benar tidak boleh berkecuali, dan harus memihak kepada kebenaran dan keadilan. Dia "tidak boleh menjadi intelektual bisu, kecuali dia betul-betul bisu atau dibisukan". Kalau intelektual itu betul-betul bisu pun, dia masih boleh bertindak dengan menyatakan fikiran melalui penulisan yang akhirnya akan sampai juga kepada publik. Inilah yang dikatakan intelektual bisu yang tidak bisu. Sebaliknya, terdapat intelektual yang tidak bisu tetapi bisu. Dia menjadi bisu mungkin kerana "dia takut atau berkepentingan".
Intelektual palsu akan mengelabui mata rakyat dengan kebenaran palsu melalui menyelewangkan fakta dan pernyataan-pernyataan yang mengelirukan. Intelektual palsu banyak menggunakan retorik-retorik kosong, bahkan tak segan-segan ‘menjual’ negeri sendiri kepada orang asing. Mereka menjadi kaki tangan barat, mengikuti semua titah dari sang majikannya.
Jika kita masih mengharapkan ada perbaikan menuju
Sudah saatnya kaum intelektual berfikir jernih dan mendalam untuk melakukan perbandingan pemikiran sosialis-komunis,secular-kapitalis dan Islam. Pemikiran manakah yang layak untuk diusung? Jika mau jujur, hanya Islam lah yang layak untuk senantiasa diperjuangkan karena islam adalah pemikiran unik yang mampu menjadikan
Sabtu, 26 Desember 2009 09:24 Oleh: Chandra Purna Irawan, Koordinator BKLDK Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar