Kamis, 30 Desember 2010

Doa untuk Sekeranjang Tempe


Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe . Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. “Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. ..” demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe , dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan- ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk akan, dan modal membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe .

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku…”

Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe . Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung.

Pemuda-Pemuda Penebar Inspirasi


Pada Zaman Khalifah Umar Bin Khattab RA, ada seorang pemuda yang berencana untuk melakukan perjalanan jauh. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya. Di tengah perjalanan, ia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu kemudian duduk di bawah pohon. Karena terlalu lelah, akhirnya ia tertidur lelap. Saat ia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi ke sana ke mari. Akhirnya, unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanam-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Unta itu juga merusak segala yang dilewatinya.
Penjaga kebun adalah seorang kakek tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu, namun ia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, sang kakek pun membunuhnya. Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata, ia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun.

Pada saat itu, seorang kakek datang. Pemuda itu bertanya, “Siapa yang membunuh unta miliku ini?” sang Kakek lalu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, maka sang kakek terpaksa membunuhnya. Mendengar hal itu, sang pemuda tak kuasa menahan amarahnya. Saking emosinya, Serta-merta ia memukul kakek penjaga kebun itu. Naasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu amat menyesal atas apa yang diperbuatnya. Pada saat yang bersamaan, datanglah dua orang pemuda yang merupakan anak dari sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya. Kemudian, keduanya membawa sang pemuda menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Umar bin Khattab RA.

Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash (hukum bunuh) kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka. Lalu, Umar bertanya kepada sang pemuda. Pemuda itu mengakui perbuatannya. Ia benar-benar menyesal atas apa yang telah dilakukannya.

Rabu, 24 Februari 2010

Kaum Intelektual Bisu dan Palsu

Syabab.Com - Kalau kita cermati jumlah kaum intelektual di Indonesia cukup banyak, tentu hal ini adalah kabar yang cukup menggembirakan bagi kita semua. Sebelum saya membahas lebih lanjut, alangkah baiknya kita fahami definisi kaum intelektual. Kaum intelektual yaitu manusia yang memiliki semangat perubahan dalam dirinya yang semangat perubahan itu bertumpu pada aspek kognisinya dalam mengintepretasikan realitas yang ia lihat. Dengan menggunakan pisau analisisnya, intelektual dapat melihat realitas jauh lebih dalam dari pada orang-orang awam kebanyakan sehingga kemungkinan besar intelektual mencari akar permasalahan pun lebih terbuka lebar.

Namun tidak cukup hanya pada aspek kognisi dari seorang intlektual untuk dapat melihat sebuah realitas dalam masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Michael Foucault, selalu ada aspek kekuasaan dalam ilmu pengetahuan. Artinya kognisi (pengetahuan) seorang intelektual tidak serta-merta membuatnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakatnya, alih-alih, malah pengetahuan yang dimilikinya digunakan oleh penguasa sebagai alat legitimasi bagi kekuasaannya.  Aspek lain yang diperlukan seorang intelektual dan yang paling penting adalah kesadaran akan tujuan yang ingin dicapai (consciousness). Dengan adanya kesadaran yang dimiliki oleh intelektual maka pengetahuan yang dimilikinya pun digunakan dengan sebuah kesadaran untuk melakukan perubahan. Tapi sekali lagi permasalahan muncul, terkadang kesadaran yang muncul bukanlah kesadaran yang sebenarnya melainkan kesadaran palsu atau yang disebut sebagai kesadaran naif (Naive Consciousness) dimana kesadaran yang dimiliki seseorang sudah terhegemoni oleh kekuasaan tertentu yang ditanamkan melalui indoktrinasi dan pendidikan.

Mahasiswa kalau boleh saya klasifikasikan maka tempat mereka adalah di barisan para intelektual. Mahasiswa adalah kaum dimana berkumpul segala potensi. Dan lebih jauh lagi berani saya katakana bahwa mahasiswa adalah kandidat besar untuk menempati diri dalam posisi intelektual organic artinya kaum intelek yang akan terus menggulirkan pemikiran-pemikiranya. Oleh sebab itu sudah sewajarnya mahasiswa memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia.

Minggu, 21 Februari 2010

Syukur

  Sebagai seorang pembantu rumah tangga, Fulanah, tetangga saya, hanya bergaji tak lebih dari 250 ribu rupiah perbulan. Suaminya hanyalah pekerja serabutan. Penghasilannya pun otomatis tak karuan. Apalagi ia lebih sering menganggur daripada dapat pekerjaan. Dengan dua anak (satu duduk di SMP kelas dua dan satu lagi di SD kelas satu), dengan menggunakan model perhitungan apapun, penghasilan kedua pasangan muda ini jelas jauh dari cukup untuk hidup sebulan.

Yang menakjubkan, sepertinya tak sesaat pun Fulanah tampak berkeluh-kesah, apalagi kelihatan sering gelisah. Saat istri saya bertanya, apakah penghasilannya sebesar itu cukup, sementara suaminya pun sering menganggur? Sambil tersenyum ia menjawab, “Kalau itu mah gak usah ditanya, Bu. Siapapun akan mengatakan uang sebesar itu gak akan cukup untuk sebuah keluarga dengan dua anak seperti saya.”
“Tapi, kok, Bibi kelihatannya gak pernah ngeluh. Kelihatannya selalu riang, seperti gak pernah punya masalah dengan keuangan,” jawab istri saya.
“Alhamdulillah. Allah memang Maha Pemurah. Di gubuk kami yang kecil dan sederhana itu, kami memang tidak punya apa-apa. Namun, sampai hari ini keluarga kami tak pernah sampai kelaparan. Kami juga jarang sakit, selalu sehat. Itulah yang menjadikan kami selalu bersyukur, tak pernah mengeluh. Bagi kami, sehat adalah nikmat yang sangat luar biasa, selain nikmat iman,” jawab perempuan berkerudung itu tegas dan tulus, tak sedikit pun menyiratkan kepura-puraan.

Sebelum istri saya sempat berkata-kata, ia melanjutkan, “Bahkan kalaupun kita sering lapar atau sakit, ditambah lagi kita sering tak punya uang, kita tetap wajib bersyukur. Iya, kan, Bu? Sebab, sebetulnya kita masih punya nikmat yang lain, yakni nikmat hidup. Kita masih bisa bernafas. Nafas itu kan mahal ya, Bu. Coba saja, nafas Ibu disewa, 10 menit saja, seharga Rp 1 miliar, pasti Ibu gak akan kasih, kan? Sepuluh menit tak bernafas bisa mati, kan, Bu,” tegasnya lagi seolah menyakinkan.
Istri saya termangu. Saya pun—yang diam-diam mendengarkan obrolan istri saya dengan pembantu itu—tertegun, takjub.
*****

Banyak Bank Islam Langgar Aturan Syariah

Kurangnya sumber daya manusia pelaku perbankan Islam yang benar-benar memahami hukum syariah, jadi penyebab terjadinya pelanggaran oleh bank Islam. Sebagian lembaga keuangan Islam tidak mematuhi hukum syariah. Mereka menggunakan standar yang rendah dalam pemberian kredit, sehingga menaikan jumlah kredit macet. Demikian kata seorang pakar keuangan syariah.

Hal tersebut terungkap, setelah diketahui lembaga keuangan Islam seperti Abu Dhabi Islamic Bank dan Dubai Islamic Bank menyisihkan milyaran dirham untuk menutupi kerugian akibat kredit macet.

"Lembaga (keuangan) Islam tidak menerapkan prinsip-prinsip syariah," kata Muhammad Daud Bakar, seorang pakar keuangan syariah yang juga Managing Director Amanie Islamic Finance Consultancy.

"Dalam beberapa hal mereka tidak melakukannya dengan baik, sehingga menyebabkan terjadi kredit buruk dalam jumlah besar atau hal lainnya."

Beberapa tahun terakhir, kredit perumahan sangat populer di kalangan investor properti di Uni Emirat Arab. Sebut saja Amlak dan Tamweel, dua lembaga keuangan terbesar, limapuluh persen kreditnya dikucurkan untuk bidang properti.

Mereka menawarkan kredit perumahan dengan uang muka 5 persen saja, sementara debt-service ratio-nya hingga 50%, kira-kira separuh dari gaji peminjam.

Amlak dan Tamweel menolak berkomentar tentang hal itu kepada harian The National yang menurunkan laporannya (17/2/2010).
Ketentuan kredit yang mudah dan murah, memicu pembelian properti semata-mata untuk spekulasi. Demikian menurut para analis.
"Produk-produk kredit perumahan Islam, dari strukturnya, menyebabkan spekulasi di pasar. Karena pembeli tidak perlu membayar pinjaman, kecuali jika rumah mereka sudah dibangun," kata Khalid Howladar dari bagian kredit Moody's Investors Service.


"Banyak spekulartor ‘murni' tidak akan memilih kredit perumahan Islam, jika mereka diwajibkan untuk membayar pinjaman sejak hari pertama (akad kredit)."
Penerapan angsuran tetap oleh para developer tanpa memeriksa dengan baik kemampuan si peminjam untuk mencicil pinjamannya, juga mendukung terjadinya spekulasi.
Pelanggaran lain yang dilakukan lembaga keuangan Islam adalah, di antara mereka ada yang memberlakukan security cheque, yang jelas tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Namun dikatakan oleh Hussain Hamid Hassan, seorang pakar keuangan terkemuka yang memegang jabatan di banyak institusi keuangan, "Pelanggaran yang semacam ini bukan pelanggaran terkait produk bank yang (sudah) sesuai hukum syariah, melainkan pelanggaran pada kebijakan kredit bank."

Jawad Ali, seorang praktisi dan pemilik firma hukum King and Spalding, berpendapat bahwa pelanggaran juga terjadi karena faktor budaya. Contohnya pada pinjam-meminjam ijarah (sewa-beli).
"Bukan instrumennya saja yang memungkinkan terjadinya pelanggaran. Ada budaya selama ini yang memperbolehkan pihak pembeli pertama mengeruk untung dengan cara menjual kontrak kredit mereka kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemberi kredit," kata Ali.

Sabtu, 30 Januari 2010

Menggenggam Bara Api

oleh Kopri Nurzen Senin, 11/01/2010 14:14 WIB
Saat ini setidaknya ada tujuh orang perempuan yang saya kenal yang sedang mencari pendamping hidup. Sebagian sudah menampakkan rona keputusasaan dalam sikap dan pernyataannya menanti kekasih halal untuk berbagi suka dan duka. Kegigihan mereka menjaga ajaran agama tampak jelas, baik dari sikap maupun pakainnya.

Dari sisi rupa, sebenarnya mereka tidaklah jelek, justru cantik seperti perempuan Indonesia lainnya. Di antara mereka ada juga orang berada. Dan yang pasti mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan, bahkan ada yang sudah jadi guru dan dosen. Saya heran kenapa mereka belum menikah? Padahal ditanya keinginan, semua sudah sangat ingin menikah. Sebagian dengan bahasa sindiran minta dicarikan jodoh kepada saya dan istri. Ada juga yang secara terus terang, memohon dengan memelas karena merasa harapannya sudah hampir pupus. Beberapa calon yang selama ini menghampirinya kini sudah tak datang lagi. Padahal usianya sudah hampir sepertiga abad. Ada juga yang sudah mendaftar di biro jodoh tertentu dan biodata sudah diserahkan, tapi tetap saja tidak membawa hasil.

Diakui, sebagian dari mereka itu belum menikah karena keteledoran sendiri atau keluarga yang terlalu banyak kriteria. Namun, sebagian lagi belum menikah karena selama ini menjaga diri dan kehormatan, sehingga tidak mengenal seorang laki-laki pun secara dekat. Dia tidak pacaran, karena baginya pacaran itu haram tidak sesuai dengan aturan hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Minggu, 10 Januari 2010

Mewujudkan Bisyarah yang ke-2



  Bisyarah adalah sebuah kabar gembira yang Allah turunkan kepada ummatnya, baik melalui al-Qur’an ataupun melalui ucapan rasulullah. Bisyarah adalah perlambang janji Allah dan menjadi penyemangat kaum muslim selama berabad-abad lamanya, keyakinan akan janji ALlah ini terpatri kuat di dalam jiwa kaum muslim dan menjadi harapan ditengah-tengah kepuusasaan, menjadi pengingat dalam kealpaan dan menjadi sebuah sumber energi yang tidak terbatas sampai kapanpun juga. Dengan bisyarah inilah kaum muslim berjuang dan menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban dunia.

Salah satu bisyarah yang dapat menginspirasi setiap muslim adalah bisyarah rasulullah sebagaimana dalam hadits di bawah ini.

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]. “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
“Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays”
"Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik baik pasukan adalah pasukan pada saat itu." (Hr. Ahmad)


Perjalanan panjang untuk mendapati gelar itu, telah dilakukan oleh generasi awal terbaik Islam, hingga generasi sesudahnya. Ya.., mendapatkan “anugerah gelar” yang luar biasa tersebut. Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur dan beliau meminta agar jasadnya dikuburkan di bawah kaki pasukan kaum muslim terdepan pada saat ekspedisi itu sebagai sebuah milestone bagi mujahid selanjutnya. Kemudian dilanjutkan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik (98 H) pada masa Kekhalifahan Umayyah, Khalifah Harun al-Rasyid (190 H) masa Kekhalifahan Abasiyyah, Khalifah Beyazid I (796 H) masa Kekhalifahan Utsmanityyah, Khalifah Murad II (824 H) masa Kekhalifahan Utsmaniyyah juga tercatat dalam usaha penaklukan konstantinopel, tetapi karena satu dan lain hal, Allah belum mengizinkan kaum muslim memenangkan pertempuran itu.

Konstantinopel merupakan kota terpenting di dunia, kota yang sekaligus benteng ini dibangun pada tahun 330 M. oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine I. Konstaninopel memiliki posisi yang sangat penting di mata dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya sebagai ibukota pemerintahan Byzantium. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmarah dan Tanduk Emas yang dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke dalamnya. Di samping itu, dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar sangat kokoh yang terbentang dari laut Marmarah sampai Tanduk Emas. Memiliki satu menara dengan ketinggian 60 kaki, benteng setinggi 60 kaki sedangkan pagar bagian luarnya memiliki ketinggian 25 kaki, selain tower-tower pemantau yang terpencar dan dipenuhi tentara pengawas. Dari segi kekuatan militer, kota ini dianggap sebagai kota yang paling aman dan terlindungi, karena di dalamnya ada pagar-pagar pengaman, benteng-benteng yang kuat dan perlindungan secara alami. dengan demikian, maka sangat sulit untuk bisa diserang atau ditaklukkan. Kedudukan Konstantinopel yang strategis diillustrasikan oleh Napoleon Bonaparte; ".....kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!".







 Adalah Muhamamd II atau selanjutnya dikenal sebagai Muhammad al-Fatih, yang akan menaklukan kota ini, sejak kecil dia telah dididik oleh ulama-ulama besar pada zamannya, khususnya Syaikh Aaq Syamsuddin yang tidak hanya menanamkan kemampuan beragama dan ilmu Islam, tetapi juga membentuk mental pembebas pada diri Mumammad al-Fatih. Beliau selalu membekali al-Fatih dengan cerita dan kisah para penakluk, kisah syahid dan mulianya para mujahid, dan selalu mengingatkan Muhammad II tentang bisyarah rasulullah dan janji Allah yang menjadikan seorang anak kecil bernama Muhammad II memiliki mental seorang penakluk.